TULUNGAGUNG – Demonstrasi ke DPR RI dan rebutan makanan saat Maulid Nabi, atau biasa disebut bancakan, menjadi tema dalam Bahtsul Masail yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tulungagung.
Bahtsul Masail adalah forum diskusi membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan, yang belum ada jawabannya dari sudut pandang agama Islam.
Kegiatan ini biasanya diadakan setiap Sabtu Pahing, namun pada bulan Oktober ini bertepatan dalam rangka peringatan Hari Santri Tahun 2025, Bathsul Masail diadakan di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso, pada Selasa (21/10).
Ketua lembaga Bahstul Masa’il PCNU Tulungagung, Kyai Haji M Syafi’ Mukarrom, menjelaskan bahwa hanya tema demonstrasi yang tuntas dibahas. Sedangkan tema kedua akan dilanjutkan pada Bahtsul Masa’il berikutnya.
Ia menyampaikan demonstrasi dilihat dari substansinya, untuk membubarkan DPR tidak ada siapapun yang bisa melakukannya. Namun sebenarnya demonstrasi itu adalah dalam rangka menyampaikan aspirasi agar DPR dapat lebih baik kinerjanya dan tidak melakukan hal-hal yang tidak patut.
Ia mencontohkan, ketika DPR dinilai meningkatkan gaji terlalu tinggi beberapa waktu lalu. Demonstrasi yang digelar masyarakat dianggap sebagai bentuk kritik sosial yang positif.
Demonstrasi dikatakannya merupakan kritik sosial yang positif dalam rangka mendorong perubahan agar lembaga DPR dapat lebih optimal, serta mengawal aspirasi rakyat adalah diperbolehkan dan dilegalkan, baik menurut syariat maupun undang-undang. Namun jika demonstrasi dilakukan anarkis, merusak fasilitas umum, dan penjarahan, maka dinyatakan haram.
“Ketika masih dalam koridor hukum, etika, hukum syariat benar maka diperbolehkan. Namun ketika demonstrasi sudah anarkis, merusak fasilitas umum, penjarahan, maka hukumnya haram” tegas Syafi’i.
Bahtsul Masail ini dihadiri sekitar 150 peserta, dari para Kyai, pengurus LBM PCNU se-eks Karisidenan Kediri, LBM MWC NU se-Kabupaten Tulungagung, serta perwakilan Pondok Pesantren se-eks Karisedenan Kediri. (ags)
